Senin, 10 Juni 2013

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

Sistem Pernafasan Pada Manusia

Pendahuluan
Pertukaran gas pada vertebrata, umumnya terjadi dalam tiga fase, yaitu bernafas (breathing), transpor gas melalui sistem sirkulasi, dan pertukaran gas antara kapiler darah dengan sel tubuh. Pada saat burung atau mamalia menghirup udara (inhalase), O2 akan masuk ke dalam paru-paru, sedangkan pada saat mengeluarkan udara (exhalase), maka CO2 dikeluarkan dari paru-paru ke lingkungan luar. Tranpor gas melalui sistem sirkulasi dimulai dari proses difusi O2 dari alveoli paru-paru ke kapiler darah. Oksigen kemudian dibawa oleh hemoglobin darah ke sel-sel tubuh. Pada saat bersamaan, darah juga berperan dalam transpor CO2 dari jaringan ke paru-paru. Fase ke tiga pertukaran gas terjadi di dalam jaringan tubuh, dimana se-sel menerima O2 dari darah dan memberikan CO2 ke darah karena perubahan tekanan. Oksigen di dalam sel-sel tubuh digunakan untuk pembakaran molekul-molekul makanan untuk mendapatkan energi, dengan proses yang disebut respirasi seluler (Campbell, 1999: 253).
organ respirasi



1. Alat dan Saluran Pernafasan
Sistem pernafasan manusia terdiri dari alat pernafasan dan saluran pernafasan. Masing-masing memiliki peranan untuk mendukung sistem pernafasan itu sendiri. Adapun alat dan saluran pernafasan tersebut meliputi:
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.





b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.


c. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga yang dilapisi epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
d. Paru-Paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya lebih tipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
AlveoliDrawing

AlveoliDrawing

2. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
a. Pernafasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi: Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk (otot interkostalis eksternal) dan relaksasinya otot interkostalis internal, sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi: Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk (otot interkostalis eksternal) ke posisi semula dan kontraksinya otot interkostalis internal, yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b. Pernapasan perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
Fase Inspirasi: Pada fase ini diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk
Fase Ekspirasi: Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya diafragma kembali ke posisi semula (mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

3. Volume udara pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.
Udara cadangan inspirasi (1500 mL)
Udara pernapasan biasa (500 mL)
kapasitas total ← (4500 mL) Udara cadangan ekspirasi
(1500 mL) → kapasitas vital
(3500 mL)
Udara sisa (residu) 1000 mL

Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc. Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
4. Pertukaran Udara Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui pernapasan tergantung pada kebutuhan dan biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan. Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Kebutuhan oksigen berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 ↔ 4 Hb O2
(oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 – 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi Sistem Pernafasan Pada Manusia
Pendahuluan
Pertukaran gas pada vertebrata, umumnya terjadi dalam tiga fase, yaitu bernafas (breathing), transpor gas melalui sistem sirkulasi, dan pertukaran gas antara kapiler darah dengan sel tubuh. Pada saat burung atau mamalia menghirup udara (inhalase), O2 akan masuk ke dalam paru-paru, sedangkan pada saat mengeluarkan udara (exhalase), maka CO2 dikeluarkan dari paru-paru ke lingkungan luar. Tranpor gas melalui sistem sirkulasi dimulai dari proses difusi O2 dari alveoli paru-paru ke kapiler darah. Oksigen kemudian dibawa oleh hemoglobin darah ke sel-sel tubuh. Pada saat bersamaan, darah juga berperan dalam transpor CO2 dari jaringan ke paru-paru. Fase ke tiga pertukaran gas terjadi di dalam jaringan tubuh, dimana se-sel menerima O2 dari darah dan memberikan CO2 ke darah karena perubahan tekanan. Oksigen di dalam sel-sel tubuh digunakan untuk pembakaran molekul-molekul makanan untuk mendapatkan energi, dengan proses yang disebut respirasi seluler (Campbell, 1999: 253).
1. Alat dan Saluran Pernafasan
Sistem pernafasan manusia terdiri dari alat pernafasan dan saluran pernafasan. Masing-masing memiliki peranan untuk mendukung sistem pernafasan itu sendiri. Adapun alat dan saluran pernafasan tersebut meliputi:
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

c. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga yang dilapisi epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
d. Paru-Paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya lebih tipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

2. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
a. Pernafasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi: Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk (otot interkostalis eksternal) dan relaksasinya otot interkostalis internal, sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi: Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk (otot interkostalis eksternal) ke posisi semula dan kontraksinya otot interkostalis internal, yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b. Pernapasan perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
Fase Inspirasi: Pada fase ini diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk
Fase Ekspirasi: Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya diafragma kembali ke posisi semula (mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

3. Volume udara pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.
Udara cadangan inspirasi (1500 mL)
Udara pernapasan biasa (500 mL)
kapasitas total ← (4500 mL) Udara cadangan ekspirasi
(1500 mL) → kapasitas vital
(3500 mL)
Udara sisa (residu) 1000 mL

Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc. Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
4. Pertukaran Udara Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui pernapasan tergantung pada kebutuhan dan biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan. Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Kebutuhan oksigen berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 ↔ 4 Hb O2
(oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 – 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 → (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat. Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui tiga cara yaitu sebagai berikut.
a. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
b. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
c. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni atau radang paru-paru. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis (Praweda, 2007: 22-25).
5. Regulasi respirasi
Pada saat istirahat, kira-kira 200 mL oksigen, jumlah yang ada dalam 1 L darah dikonsumsi tiap menit. Selama olahraga berat, penggunaan oksigen dapat meningkat sampai 30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk menyesuaikan usaha respirasi terhadap tuntutan metabolik. Irama dasar respirasi dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula dan pons. Untuk menjawab tuntutan tubuh irama ini dapat diubah. Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot ini berkontraksi dan relaksasi sebagai respon inpuls saraf yang ditransmisikan kepadanya dari pusat otak. Area penyampai impuls saraf ke otot pernafasan terletak bilateral dalam bentuk retikular batang otak, inilah yang disebut pusat pernafasan. Pusat pernafasan terdiri dari gugus neuron yang tersebar luas, berdasarkan fungsi dipisahkan menjadi tiga area, yaitu :
a. Medullary Rhytmicity Area
Fungsi medullary rhytmicity area adalah untuk mengendalikan irama dasar respirasi. Pada keadaan istirahat, biasanya inspirasi berlangsung selama dua detik dan ekspirasi selama tiga detik, ini adalah irama dasar respirasi. Di dalam medullary rhymicity area, ada dua neuron yaitu neuron inspiratori dan neuron expiratori yang terdiri dari area inspiratori dan area expiratori.
Irama dasar respirasi ditentukan oleh impuls saraf dan area inspiratori. Pada awal ekspirasi, area inspiratori tidak aktif, tetapi setelah tiga detik tiba-tiba ia aktif secara otomatis. Aktivitas ini sama dengan akibat sesuatu ekstabilitas internal neuron inspiratori. Dalam kenyataanya, bila semua hubungan saraf yang baru masuk area inspiratori diputus atau dihalangi area tetap menyalurkan impuls secara berirama yang menghasilkan inspirasi. Inpuls saraf dari area inspiratori aktif berlangsung selama kira-kira dua detik dan terus ke otot-otot inspirasi. Impuls mencapai diafragma melalui saraf fenikus dan otot-otot interkostalis eksternal melalui saraf interkostalis. Bila impuls saraf mencapai otot inspiratori, otot kontraksi dan terjadilah inspirasi. Pada akhir dua detik, otot inspiratori menjadi tidak aktif lagi, dan siklus berulang dengan sendirinya terus menerus.
b. Pneumothaxic Area
Walaupun medullary rhymicity area mengendalikan irama dasar respirasi, bagian lain sistem saraf membantu mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi. Pneumothaxic Area ada di bagian atas pons, yang terus menerus mentransmisi impuls penghambat ke area respiratori. Pengaruh impuls ini menutup area inspiratori sebelum papu-paru terlalu penuh oleh udara. Dengan kata lain, impuls membatasi inspirasi sehingga memudahkan ekspirasi.
c. Apneustic Area
Bagian lain sistem saraf yang mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi adalah apneustic area di bagian bawah pons. Apneustic area menyampaikan impuls ke area inspiratori yang menggiatkan dan memperpanjang inspirasi, sehingga menghambat ekspirasi. Ini terjadi bila pneumothaxic tidak aktif. Bila pneumothaxic area aktif, maka pengaruh apneustic area diabaikan (Soewolo, 2005: 274-275).
dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 → (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat. Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui tiga cara yaitu sebagai berikut.
a. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
b. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
c. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni atau radang paru-paru. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis (Praweda, 2007: 22-25).
5. Regulasi respirasi
Pada saat istirahat, kira-kira 200 mL oksigen, jumlah yang ada dalam 1 L darah dikonsumsi tiap menit. Selama olahraga berat, penggunaan oksigen dapat meningkat sampai 30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk menyesuaikan usaha respirasi terhadap tuntutan metabolik. Irama dasar respirasi dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula dan pons. Untuk menjawab tuntutan tubuh irama ini dapat diubah. Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot ini berkontraksi dan relaksasi sebagai respon inpuls saraf yang ditransmisikan kepadanya dari pusat otak. Area penyampai impuls saraf ke otot pernafasan terletak bilateral dalam bentuk retikular batang otak, inilah yang disebut pusat pernafasan. Pusat pernafasan terdiri dari gugus neuron yang tersebar luas, berdasarkan fungsi dipisahkan menjadi tiga area, yaitu :
a. Medullary Rhytmicity Area
Fungsi medullary rhytmicity area adalah untuk mengendalikan irama dasar respirasi. Pada keadaan istirahat, biasanya inspirasi berlangsung selama dua detik dan ekspirasi selama tiga detik, ini adalah irama dasar respirasi. Di dalam medullary rhymicity area, ada dua neuron yaitu neuron inspiratori dan neuron expiratori yang terdiri dari area inspiratori dan area expiratori.
Irama dasar respirasi ditentukan oleh impuls saraf dan area inspiratori. Pada awal ekspirasi, area inspiratori tidak aktif, tetapi setelah tiga detik tiba-tiba ia aktif secara otomatis. Aktivitas ini sama dengan akibat sesuatu ekstabilitas internal neuron inspiratori. Dalam kenyataanya, bila semua hubungan saraf yang baru masuk area inspiratori diputus atau dihalangi area tetap menyalurkan impuls secara berirama yang menghasilkan inspirasi. Inpuls saraf dari area inspiratori aktif berlangsung selama kira-kira dua detik dan terus ke otot-otot inspirasi. Impuls mencapai diafragma melalui saraf fenikus dan otot-otot interkostalis eksternal melalui saraf interkostalis. Bila impuls saraf mencapai otot inspiratori, otot kontraksi dan terjadilah inspirasi. Pada akhir dua detik, otot inspiratori menjadi tidak aktif lagi, dan siklus berulang dengan sendirinya terus menerus.
b. Pneumothaxic Area
Walaupun medullary rhymicity area mengendalikan irama dasar respirasi, bagian lain sistem saraf membantu mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi. Pneumothaxic Area ada di bagian atas pons, yang terus menerus mentransmisi impuls penghambat ke area respiratori. Pengaruh impuls ini menutup area inspiratori sebelum papu-paru terlalu penuh oleh udara. Dengan kata lain, impuls membatasi inspirasi sehingga memudahkan ekspirasi.
c. Apneustic Area
Bagian lain sistem saraf yang mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi adalah apneustic area di bagian bawah pons. Apneustic area menyampaikan impuls ke area inspiratori yang menggiatkan dan memperpanjang inspirasi, sehingga menghambat ekspirasi. Ini terjadi bila pneumothaxic tidak aktif. Bila pneumothaxic area aktif, maka pengaruh apneustic area diabaikan (Soewolo, 2005: 274-275).
Sumber : http://45tut08.wordpress.com/2009/06/16/sistem-pernapasan-pada-manusia/

Pengertian Gelombang Elektromagnetik

 Pengertian Gelombang Elektromagnetik

Pengertian Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walau tidak ada medium. Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu: panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitude/amplitude, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak.
Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya.

Energi elektromagnetik dipancarkan, atau dilepaskan, oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbeda beda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.

Sumber : http://ratnasarimardana.blogspot.com/search/label/FISIKA%20RADIASI

Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik

 Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik:



1)       Perubahan medan listrik dan medan magnet terjadi pada saat yang bersamaan.

2)       Arah medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus.

3)       Kuat medan listrik dan magnet besarnya berbanding lurus satu dengan yang lain, yaitu menurut hubungan E = c.B.

4)       Arah perambatan gelombang elektromagnetik selalu tegak lurus arah medan listrik dan medan magnet.

5)       Gelombang elektromagnetik dapat merambat dalam ruang hampa.

6)       Gelombang elektromagnetik merambat dengan laju yang hanya bergantung pada sifat-sifat listrik dan magnet medium.

7)       Laju rambat gelombang elektromagnetik dalam ruang hampa merupakan tetapan umum dan nilainyac = 3 x 108 m/s.

8)       Gelombang elektromagnetik adalah berupa gelombang transversal.

9)       Gelombang elektromagnetik dapat mengalami proses pemantulan, pembiasan, polarisasi, interferensi, dan difraksi (lenturan).

sumber :  http://dewisukmawati91.blogspot.com/2012/12/sifat-sifat-gelombang-elektromagnetik.html

PESAWAT RONTGEN KONVENSIONAL

 PESAWAT RONTGEN KONVENSIONAL


Radiology Dasar
Teori Dasar :

    Pesawat radiology adalah alat / pesawat medik yang bekerja mengunakan radiasi pengion baik itu sinar nuklir,gamma,sinar X dan lain-lain
    Pesawat roentgen  adalah alat / pesawat medik yang bekerjanya mengunakan radiasi sinar X, baik untuk keperluan fluoroskopi maupun radiografie.



Sejarah singkat ditemukannya sinar X :

Sinar X pertama kali ditemukannya oleh Willhem Conrad Rontgen pada tahun 1895, beliau mengunakan tabung Geslier yaitu tabung yang terbuat dari Glass Envelope yang didalamnya terdapat gas Argon atau Xenon yang jika ada perbedaan potensial diantara anoda dan katoda maka gas –gas ini akan terionisasi  dan elektron-elektron akan membebaskan diri dari ikatan atomnya. Elektron yang terdekat dengan anoda akan langsung ditarik keanoda sehingga terjadi hole. Hole ini akan diisi oleh elektron berikutnya, tempat yang ditinggalkan elektron ini akan menjadi hole lagi dan terjadi pengisian lagi oleh elektron berikutnya, begitu seterusnya sehingga akan terjadi estafet elektron dan terjadilah rangkaian tertutup dan terjadilah arus elektron yang berkebalikan dengan arus listrik yang kemudian disebut arus tabung . Pada saat yang bersamaan, elektron-elektron yang ditarik ke anoda tersebut akan menabrak anoda dan ditahan. Jika tabrakan elektron tersebut tepat diinti atom disebut peristiwa Breamstrahlung dan apabila menabraknya dielektron dikulit K, disebut   K Karakteristik. Akibat tabrakan ini maka terjadi hole-hole karena elektron-elektron yang ditabrak tersebut terpental. Hole-hole ini akan diisi oleh elektron-elektron lain. Perpindahan elektron ini akan menghasilkan seatu gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya berbeda-beda. Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,1 – 1 A inilah yang kemudian disebut sinar X atau sinar Rontgen. Tabung X ray jenis pertama ini disebut Cold Chatoda Tube
Namun pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1913, Collige menyempurnakan penemuan Rontgen dengan memodifikasi tabung yang digunakan. Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang didalamnya hanya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Tabung jenis ini kemudian disebut Hot Chatoda Tube dan merupakan tabung yang dipergunakan untuk pesawat Rontgen konvensional yang sekarang. 

Cara kerja Hot katoda Tube :

Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang didalamnya hanya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda / filamen tabung rontgen dihubungkan ke   transformator filamen. Transformator filamen ini akan memberi supply sehingga mengakibatkan terjadinya pemanasan pada filamen tabung rontgen, sehingga terjadi Thermionic Emission, dimana elektron-elektron akan membebaskan diri dari ikatan atomnya, sehingga akan banyak terjadi elektron bebas dan terbentuklah awan elektron.
Anoda dan katoda di hubungkan dengan transformator tegangan tinggi 10 KV – 150 KV. Primer HTT diberi tegangan AC ( bolak-balik ) maka akan terjadi garis-garis  gaya magnet ( GGM ) yang akan berubah – ubah bergantung dari besarnya arus yang mengalir. Akibat dari perubahan garig-garis gaya magnet ini akan menyebabkan timbulnya gaya gerak listrik ( GGL ) pada kumparan sekunder, yang besarnya tergantung dari setiap perubahan fluks pada setiap perubahan waktu ( E = - d Φ / dt ). Dari proses ini didapatkanlah tegangan tinggi yang akan disuplay ke elektroda tabung rontgen.
Pada saat anoda mendapatkan polaritas + dan katoda mendapat polaritas -  maka elektron-elektron bebas yang ada disekitar katoda akan ditarik menuju anoda, akibatnya
terjadilah suatu loop ( rangkaian tertutup) maka akan terjadi arus elektron yang berlawanan dengan arus listrik yang kemudian disebut arus tabung. Pada saat yang bersamaan, elektron-elektron yang ditarik ke anoda tersebut akan menabrak anoda dan ditahan. Jika tabrakan elektron tersebut tepat diinti atom disebut peristiwa Breamstrahlung dan apabila menabraknya dielektron dikulit K, disebut   K Karakteristik. Akibat tabrakan ini maka terjadi hole-hole karena elektron-elektron yang ditabrak tersebut terpental. Hole-hole ini akan diisi oleh elektron-elektron lain. Perpindahan elektron ini akan menghasilkan seatu gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya berbeda-beda. Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,1 – 1 A inilah yang kemudian disebut sinar X atau sinar Rontgen .





Blok diagram Pesawat roentgen konvensional




1.      Blok Rangkaian Power Supply




Ragkaian ini berfungsi untuk mendistribusikan tegangan pada seluruh rangkaian pesawat sesuai yang dibutuhkan oleh masing-masing rangkaian. Rangkaian ini terdiri dari :

1.      Saklar.
Berfungsi untuk menghubungkan supply listik PLN dengan pesawat roentgen.

2.      .Fuse / sekring
Berfungsi sebagai pengaman.

3.      Voltage Compensator
Alat yang berfungsi untuk mengkompensasi nilai tegangan yang diperlukan pesawat jika terjadi penurunan atu kenaikan pada supply PLN Jika tegangan naik kita harus menambah jumlah lilitan primer dengan memutar selector voltage compensator dan jika tegangan turun kita harus mengurangi jumlah lilitan primer dengan memutar selector voltage compensator sehingga diperoleh perbandingan transformasi antara tegangan dan jumlah lilitan primer dengan tegangan dan jumlah lilitan sekunder adalah tetap dengan demikian diperoleh nilai tegangan pada setiap lilitan akan tetap.
Perbandingan transformasi dapat dirumuskan :

E1 : N1 =  E2 : N2


Dimana            E1  = Tegangan di primer
                        N1 = Jumlah lilitan di primer
                        E2  = Tegangan di sekunder
                        N2 = Jumlah lilitan di sekunder

Contoh :     E1 : N1        =  E2 : N2
                220 : 220  = 1 : 1


Jika tegangan dari PLN stabil 220 v dan lilitan primer jumlahnya 220 maka perbandingan output di sekunder = 1:1 maksudnya, pada setiap lilitan terdapat 1 volt tegangan.
Jika tegangan dari PLN naik menjadi 230 v dan lilitan primer 220, maka perbandingan output ¹ 1 : 1;
230 v : 220 ¹ 1 : 1
agar diperoleh nilai tegangan setiap lilitan (pada output / sekunder) akan tetap   1 : 1 maka kita harus menambah jumlah lilitan primer sebanyak 10  lilitan.
E1 : N1 = E2 : N2
230 v : 230 = 1 : 1
Maka perbandingan transformasi tetap.
Jika tegangan dari PLN turun menjadi 210 v dan jumlah lilitan primer tetap 220 maka perbandingan pada sekunder (output) ¹ 1 : 1
210 v : 220 ¹ 1 : 1
Agar tetap diperoleh perbandingan transformasi 1 : 1 / tetap, maka kita harus mengurangi jumlah lilitan primer sebanyak 10 lilitan.
210 v : 210 = 1 : 1     
                  Maka diperoleh perbandingan transformasinya tetap.

1.      Auto Trafo :
Alat untuk memindahkan daya listrik dari satu rangkaian ke rangkaian lain dengan cara menaikkan atau menurunkan tegangan keseluruh pesawat. Autotrafo adalah transformator yang kumparan primer dan kumparan sekundernya menjadi satu dalam satu core

2.      Line Resistance ( R Mate)
Setiap pesawat mempunyai hambatan atau R yang diberikan oleh pabrik, contohnya pada pesawat shimadzu R=0,04-0,08Ω, resistance ini disebut R internal ( R pesawat ). Sehinnga R line adalah tahanan atur yang berfungsi untuk mencocokkan tahanan pengkabelan dengan tahanan yang dibutuhkan pesawat.
R internal = R. mate (line) + R. Eksternal (pengkabelan).

3.      Voltage Indicator :
Untuk mengetahui apa tegangan PLN mengalami kenaikan atau penurunan.

4.      KVP selector Mayor
Untuk memilih tegangan tinggi / memilih besarnya beda potensial antara anoda dan katoda, yang besar selisih tiap terminal x 10 KV

5.      KVP selector Minor

Sumber : http://ahmadanugrahanas.blogspot.com/2012/05/pesawat-rontgen-konvensional.html

Efek Radiasi Pengion Terhadap Manusia


       Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri dari dua komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma mengandung sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme penting sel. Inti sel mengandung struktur biologic yang sangat kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi genetika yang berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia. Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang merupakan suatu rantai pendek dari DNA (Deooxyribonucleic acid) yang membawa suatu kode informasi tertentu dan spesifik.

Interaksi antara radiasi dengan sel hidup merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Proses ini diawali dengan tahap fisik dan diakhiri dengan tahap biologik. Ada empat tahapan interaksi, yaitu :
1. Tahap Fisik
Tahap Fisik berupa absorbsi energi radiasi pengion yang menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi. Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde 10-16 detik. Karena sel sebagian besar (70%) tersusun atas air, maka ionisasi awal yang terjadi di dalam sel adalah terurainya molekul air menjadi ion positif H2O+ dan e- sebagai ion negatif. Proses ionisasi ini dapat ditulis dengan :
H2O + radiasi pengion  —>  H2O+ + e-

2. Tahap Fisikokimia
Tahap fisikokimia dimana atom atau molekul yang tereksitasi atau terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil. Tahap ini berlangsung dalam orde 10-6 detik. Karena sebagian besar tubuh manusia tersusun atas air, maka peranan air sangat besar dalam menentukan hasil akhir dalam tahap fisikokimia ini. Efek langsung radiasi pada molekul atau atom penyusun tubuh selain air hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi akibat biologi akhir dibandingkan dengan efek tak langsungnya melalui media air tersebut. Ion-ion yang terbentuk pada tahap pertama interaksi akan beraksi dengan molekul air lainnya sehingga menghasilkan beberapa macam produk , diantaranya radikal bebas yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air, yaitu OH- dan H+. Reaksi kimia yang terjadi dalam tahap kedua interaksi ini adalah:
H2O+ —-> H+ + OH-
H2O + e    –>    H2O-
H2O- –> OH- + H+
Radikal bebas OH- dapat membentuk peroksida (H2O2 ) yang bersifat
oksidator kuat melalui reaksi berikut :
OH- + OH + —>  H2O2

3. Tahap Kimia Dan Biologi
Tahap kimia dan biologi yang berlangsung dalam beberapa detik dan ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan molekul organik sel serta inti sel yang terdiri atas kromosom. Reaksi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul dalam sel. Jenis kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi. Jika reaksi itu terjadi dengan molekul protein, ikatan rantai panjang molekul akan putus sehingga protein rusak. Molekul yang putus ini menjadi terbuka dan dapat melakukan reaksi lainnya. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom dan molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruhi oleh radikal bebas dan peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.

4. Tahap Biologis
Tahap biologis yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga. Proses ini berlangsung dalam orde beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun, bergantung pada tingkat kerusakan sel yang terjadi. Beberapa akibat dapat muncul karena kerusakan sel, seperti kematian sel secara langsung, pembelahan sel terhambat atau tertunda serta terjadinya perubahan permanen pada sel anak setelah sel induknya membelah. Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan, organ dan dapat pula menyebabkan kematian.

Dilihat dari interaksi biologi tadi di atas, maka secara biologis efek radiasi dapat dibedakan atas :

1.  Berdasarkan jenis sel yang terkena paparan radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas :
•    Efek Genetik (non-somatik) atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
•    Efek Somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas :
o    Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi.
o    Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.

2.  Berdasarkan dosis radiasi
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek stokastik dan efek deterministic (non-stokastik).

i. Efek Stokastik adalah efek yang penyebab timbulnya merupakan fungsi dosis radiasi dan diperkirakan tidak mengenal dosis ambang. Efek ini terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel. Radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel,  sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker.

Maka dari itu dapat disimpulkan ciri-ciri efek stokastik a.l :
•    Tidak mengenal dosis ambang
•    Timbul setelah melalui masa tenang yang lama
•    Keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi
•    Tidak ada penyembuhan spontan
•    Efek ini meliputi : kanker, leukemia (efek somatik), dan penyakit keturunan            (efek genetik).

ii. Efek Deterministik (non-stokastik) adalah efek yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.

Adapun ciri-ciri efek non-stokastik a.l :
•    Mempunyai dosis ambang
•    Umumnya timbul beberapa saat setelah radiasi
•    Adanya penyembuhan spontan (tergantung keparahan)
•    Tingkat keparahan tergantung terhadap dosis radiasi
•    Efek ini meliputi : luka bakar, sterilitas / kemandulan, katarak (efek somatik)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan :
*Efek Genetik merupakan efek stokastik, sedangkan Efek Somatik dapat berupa stokastik maupun deterministik (non-stokastik)


Sumber : Materi KUlaih

Kecelakaan Radiasi

1.Klasifikasi dan Karakteristik Kecelakaan

•Kejadian yg tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi,kerusakan, kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yg menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan kontaminasi yg melampaui batas keselamatan
•Klasifikasi :
1.Kecil à Berdampak hanya pd suatu ruangan kerja tertentu
2.Sedang à Berdampak hanya dlm gedung instalasi
3.Parah à Berdampak sampai ke lingkungan sekitar


Karakteristik Kecelakaan Radiasi

•Penyinaran Interna/eksterna dlm waktu singkat à penyinaran radiasi berlangsung dlm waktu singkat,dlm ukuran detik sampai 1-2 jam,dpt meliputi daerah terbatas/luas
•Penyinaran interna/eksterna dlm waktu lama à berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari,meliputi derah terbatas/luas


2.Penyebab Kecelakaan Radiasi

1.Kondisi tidak aman (kondisi sarana&Instalasi)
a.Tidak tersedia sistem pengaamanan peralatan sumber radiasi
b.Tidak tersedia prosedur keselamatan kerja
c.Kegagalan peralatan
d.Kerusakan alat pengukur radiasi
e.Rancangan dinding ruang sina-X tidak memenuhi syarat

2.Tindakan tidak aman (tindakan operator)
a.Tidak mengikuti prosedur keselamatan radiasi
b.Kurang pengetahuan/keterampilan ttg cara kerja peralatan,mesin dan bahan yg digunakan
c.Salah menghitung
d.Bekerja dlm keadaan letih dan lesu



3.Pencegahan Kecelakaan Radiasi

•Pengurangan tingkat bahaya radiasi
perlu dilakukan kajian & analisis agar dampaknnya dpt dikurangi
•Pengendalian bahaya radiasi
dapat dilakukan dgn 3 prinsip proteksi radiasi à waktu,jarak,penahan radiasi
•Pengamanan pekerja radiasi
Pelatihan keselamatan radiasi,sarana,prosedur pemanfaatan sumber radiasi

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma



    Hepatoma

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati. Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C.

Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik.

Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.

Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan pankreas.

Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.

Belum diketahui penyebab penyakit ini secara pasti, tapi dari kajian epidemiologi dan biologi molekuler di Indonesia sudah terbukti bahwa penyakit ini berhubungan erat dengan sirrhosis hati, hepatitis virus B aktif ataupun hepatitis B carrier, dan hepatitis virus C dan semua mereka ini termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan kanker hati ini.

Faktor lain yang diduga sebagai penyebab kanker hati ini adalah aflatoksinB1 yaitu racun yangdihasilkan oleh sejenis jamur Aspergillus flavus yang terkontaminasi dan melekat pada permukaan makanan seperti beras, kacang, gandum, jagung, dan kacang kedelai yang disimpan pada tempat yang panas dan lembab. Aflatoksin B1 yang ikut masuk ke tubuh melalui makanan diperkirakan dapat memicu mutasi P53 gene di dalam sel hati yang seterusnya menimbulkan kanker sel hati.

Bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker) tertentu juga menyebabkan hepatoma. Di daerah subtropis, dimana hepatoma banyak terjadi, makanan sering tercemar oleh bahan karsinogenik yang disebut aflatoksin, yang dihasilkan oleh sejenis jamur. Bahan-bahan hepatokarsinogenik seperti:

Ø  Aflatoksin

Ø  Alkohol

Ø  Penggunaan steroid anabolic

Ø  Penggunaan androgen yang berlebihan

Ø  Bahan kontrasepsi oral

Ø  Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (Hemochromatosi)

Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, malah banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.

Keluhan utama yang sering adalah :

• Keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas

• Nafsu makan berkurang,

• Berat badan menurun, dan rasa lemas.

• Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.

Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan..Pemeriksaan Alfa Feto Protein(AFP) sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatoma ini Penggunaan ultrasonografi ( USG ), Computed Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor.

2. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Hepatoma

    . Pengkajian

1.  Biodata

Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang, status sosial ekonomi, adat / kebudayaan, dan keyakinan spiritual, sehingga mudah dalam komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai.

2.  Riwayat Keperawatan

Keluhan utama : Adanya pembesaran hepar yang dirasakan semakin mengganggu sehingga bisa menimbulkan keluhan sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri abdomen.

a.       Riwayat Penyakit sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang dapat diperoleh melalui orang lain  atau dengan klien itu sendiri.

b.      Riwayat Penyakit Dahulu

      Riwayat Penyakit Dahulu dikaji untuk mendapatkan data mengenai penyakit yang    pernah diderita oleh klien.

c.       Riwayat Penyakit Keluarga

      Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui data mengenai penyakit yang  pernah dialami oleh  anggota keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

                  Gejala klinik

                     Fase dini                        :  Asimtomatik.

Fase lanjut          : Tidak dikenal simtom yang patognomonik.

Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri tulang.

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan :

1.      Ascites

2.      Ikterus

3.      Splenomegali, Spider nevi, Eritema palmaris, Edema.

Secara umum pengkajian keperawatan pada klien dengan kasus Hepatoma, meliputi :

Ø  Gangguan metabolisme

Ø  Perdarahan

Ø  Asites

Ø  Edema    

Ø  Hipoalbuminemia

Ø  Jaundice/icterus

Ø  Komplikasi endokrin

Ø  Aktivitas terganggu akibat pengobatan

3. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian di atas maka diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah:

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (ascites dan penekanan diafragma)

2. Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites).

3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan  berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.

4.  Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.

5.  Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.

4. Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (ascites dan penekanan diapragma)

- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan  diharapakan pernapasan efektif kembali

- Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 – 24 X/menit. Hasil Lab BGA  Normal

- Intervensi :

a) Pertahankan Posisi semi fowler.

/Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru   yang maksimal. Di samping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara.

b) Observasi gejala kardinal dan monitor tanda – tanda ketidakefektifan jalan napas.

/Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diambil tindakan penanganan segera.

c) Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitas.

/Rasional : Pengertian klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi.

d) Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian oksigen dan pemeriksaan gas darah.

/Rasional : Pemberian oksigen akan membantu pernapasan sehingga eskpasi paru dapat maksimal pemeriksaan gas darah untuk mengetahui kemampuan bernapas.

2.  Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan denganadanya penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites).

- Tujuan  : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan  diharapakn nyeri dapat berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.

- Kriteria : Tidak mengeluh nyeri abdomen, tidak meringis, Nadi 70 – 80 x/menit.

- Intervensi :

a) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

/Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral.

b) Atur posisi klien yang enak sesuai dengan  keadaan.

/Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan  penekanan sisi yang sakit.

c) Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.

/Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk         menangani nyeri.

d) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik  distraksi.

/Rasional : Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif.

e) Observasi tanda-tanda vital.

/Rasional  :   Deteksi dini adanya kelainan

3. Diagnosa keperawatan: Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan  berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.

- Tujuan  : Kebutuhan nutrisi terpeniuhi.

- Kriteria : Kriteria berat badan naik, klien mau mengkonsumsi makanan yang di sediakan.

- Intervensi :

a) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.

/Rasional : Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan membantu pembentukan sel baru.

b) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang di tentukan dan tanyakan kembali apa yang telah di jelaskan.

/Rasional : Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang ditentukan dan umpan balik  klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien  tentang nutrisi

c) Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi  dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein tinggi.

/Rasional : Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di tentukan.

d) Identifikasi busana klien buat padan yang ideal dan tentukan kenaikan berat badan yang diinginkan berat badan ideal.

/Rasional : Diharapkan klien  kooperatif.

e) Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.

/Rasional : Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera    makan.

f) Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.

/Rasional : Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga diharapkan menambah rasa.

g) Monitor kenaikan berat badan

/Rasional : Dengan monitor  berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien.

4. Diagnosa keperawatan : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.

- Tujuan  : Setelah dilakukan tindakan perawatan  diharapakn tidur terpenuhi sesuai kebutuhan

- Kriteria : klien mengatakan sudah dapat tidur.

- Intervensi :

a) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesik

/Rasional : Dengan penambahan suplay O2 diharapkan sesak nafas berkurang   sehingga klien dapat istirahat.

b) Beri suasana yang nyaman  pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi:

/Rasional:  Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangat membantu untuk bersantai dan dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru – paru untuk melakukan ekspansi optimal.

c) Berikan penjelasan terhadap klien pentingnya istirahat tidur.

/Rasional :  Dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi   kebutuhan istirahat sesuai dengan kebutuhan.

d) Tingkat relaksasi menjelang tidur.

/Rasional :  Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang.

e) Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.

/Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien mempermudah klien untuk beradaptasi dengan lingkungan.

5.  Diagnosa keperawatan : Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri.

- Tujuan  : Setelah dilakukan tindakan perawatan  diharapkan klien dapat melakukan aktivtas dengan bebas.

- Kriteria :  Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

- Intervensi :

a) Bimbing klien melakukan  mobilisasi secara bertahap.

/Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.

b) Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

/Rasional : Diharapkan ada upaya  menuju kemandirian.

c) Ajarkan pada klien menggunakan teknik relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri.

-Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal.

d) Jelaskan tujuan aktifitas ringan.

/Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.

e) Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.

/Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri.

f) Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.

/Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.

6. Diagnosa Keperawatan : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan   tentang penyakit yang diderita.

- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.

- Kriteria  : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.

- Intervensi :

a) Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya mengemukakan persepsinya tentang kecemasannya.

/Rasional :  Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang sebenarnya.

b) Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis.

R/asional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien

c) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.

/Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang.

2.2.4 Implementasi Keperawatan

1.  Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (ascites dan penekanan diapragma)

a)    Melakukan koloborasi  dengan dokter untuk pungsi plaura yaitu dengan mempersiapkan pungtie pleura yang selanjutnya di lakukan fungsi sebanyak 250 cc oleh dokter.

b)    Menempatkan klien kembali ke tempat tidur dengan posisi setengah duduk dengan mengganjal kepala dengan menggunakan tiga bantal.

c)    Mengukur tensi, nadi, RR, suhu hasil tensi 120/ 80 nadi 84x /menit suhu 37 oC. Mengobservasi ekspansi dan Fremitas di dapatkan ekspansi pada dada kanan  tertinggal fremitas raba menurun.

d)   Menjelaskan pada klien  timbulnya sesak nafas karena adanya penumpukan cairan  pada rongga pleura.

2.    Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites).

a)   melakukan kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat analgesik

b)  melakukan teknik disraksi relaksasi

c)   melakukan kompres hangat atau dingin

d)  melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital

3.    Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan  berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.

a)    Menyuap klien  yaitu nasi 1 piring ikan tahu dan daging sayur sop. Klien hanya menghabiskan ¼ porsi nasi ikan dihabiskan, minumnya minta susu habis ½ gelas.

b)    Memotifasi klien untuk selalu menghabiskan makanan yang disediakan. Dan menanyakan makanan kesukaannya.

/Respon : Klien mengatakan semua makanan suka tapi saya tidak nafsu.

4.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.

a)    mengatur suasana lingkungan yang nyaman

b)    melakukan teknik relaksasi dan distraksi

5.      Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri

a)    Melatih klien untuk mengambil minuman sendiri dan meminumnya sendiri pakai sedotan.

/Respon : klien mau dan menghabiskan minuan sebanyak ½ gelas.

b)    Memotivasi klien untuk makan sendiri, sambil membantu mendekatkan makanan ke dekat klien.

6.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.

a)    Berusaha untuk bersikap terbuka pada klien dan menanyakan apa yang dirasakan dan pendapat klien tentang penyakitnya saat ini.

b)    Memberi motivasi pada klien  untuk menanyakan hal – hal yang berhubungan dengan penyakitnya kepada yang berwewenang.

2.2.5 Evaluasi

1.    Untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas.

-          Data subyektif : Klien mengatakan setelah disedot sesak nafasnya berkurang dan saya lebih enak tidur seperti ini.

-          Data obyektif : Pungtie pleura 250 cc, warna merah muda. Frekuensi nafas 24 x/mt. Fremitus menurun, perkusi redup pada dada kanan.

-          Assesment : Masalah belum teratasi.

-          Planning : Rencana nomor 4 distop dan pertahankan rencana nomor 1 – 3.

2.      Untuk diagnosa perubahan nutrisi

-        Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak nafsu makan, saya mau minumsusu saja.

-        Data obyektif : Porsi makan yang disediakan dihabiskan ¼ porsi, minum susu ¼ gelas, BB = 38 kg. Konjungtiva masih merah pucat, turgor menurun.

-        Assesment : Masalah belum teratasi.

-        Planning : Rencana nomor 1,3,4 distop dan pertahankan nomor 2 dan 5.

3.      Untuk diagnosa gangguan aktivitas

-        Data subyektif : Saya berusaha untuk makan, minum sendiri, untuk mandi masih dibantu diseka.

-        Data obyektif : Saat makan pagi klien makan sendiri.

-        Assesment: Masalah belum teratasi.

-        Planning: Rencana 1-3 distop, pertahankan rencana nomor 4.

4.         Untuk diagnosa cemas sedang.

-        Data subyetif : Klien mengatakan besok mau diapakan lagi saya, saya tidak mengerti apa tujuan dari pemeriksaan.

-        Data obyektif : Klien tidak menatap perawat saat berbicara.

-        Assesment: Masalah belum teratasi.

-        Planning: Dipertahankan.

5.      Untuk diagnosa  gangguan rasa nyaman nyeri

-        Data subyektif : klien mengatakan daerah perut masih nyeri

-        Data Obyektif : wajah meringis saat palpasi perut

-        Assesment : masalah belum teratasi

-        Planning : askep dipertahankan

6.      Untuk diagnosa gangguan istirahat tidur

-        Data subyektif : klien mengatakan semalaman tidak bisa tidur

-        Data obyektif : mata klien merah, lemas, pusing,

-        Assesment : masalah belum teratasi

-        Planning : askep dipertahankan.

 Sumber : Materi kuliah

PENYAKIT GASTRITIS


A.    Definisi Penyakit

Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan mukosa (jaringan lunak) lambung. Gastritis atau yang lebih dikenal dengan magh berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.

Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif1. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat samping pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.

Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami perdarahan sering diagnosisnya tidak tercapai. Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja.

Jenis gastritis yang lainnya yaitu gastritis kronik. Gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik dan karsinoma2 lambung, tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya belum pernah dapat dibuktikan.

B.     Etiologi

Penyebab gastritis akan dijabarkan menurut jenis gastritis (Akut-Kronis).

         1.         Etiologi Gastritis Akut :

Penyebabnya, antara lain :

·         Obat-obatan : aspirin, terutama salycylat, indomethacin, sulfonamide, obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) dan steroid. Aspirin dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.

·         Alkohol, gangguan mikrosirkulasi3  mukosa lambung : trauma, luka bakar, sepsis4.

·         Refluk empedu

·         Terapi radiasi

·         Mencerna asam atau alkali kuat, dll.

Secara makroskopik terdapat lesi5 erosi mukosa dengan lokasi berbeda.

Ø  Jika karena stress, erosi ditemukan pada korpus dan fundus.

Ø  Jika karena AINS, erosi terutama ditemukan di daerah antrum6, namun dapat juga menyeluruh.

Secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel, dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang minimal.

         2.         Etiologi Gastritis Kronik

Inflamasi lambung yang dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh Heliobacter pylory (H. pylory).

C.    Patogenesis

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung, yaitu :

1.      Kerusakan mukosa barrier sehingga difusi7 balik ion H meninggi.

2.      Perfusi8  mukosa lambung yang terganggu.

3.      Jumlah asam lambung.

Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Misalnya stres fisik akan menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu, sehingga timbul daerah-daerah infark9 kecil. Di samping itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Mukosal barrier pada penderita stres fisis biasanya tidak terganggu. Hal inilah yang membedakannya dengan gastritis erosif karena bahan kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mukosal barrier rusak sehingga difusi balik ion H meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen10 lambung akan mempercepat kerusakan mukosal barrier oleh cairan usus.

Pada umumnya patogenesis gastritis kronik belum diketahui. Gastritits kronik sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit lain, misalnya anemia, penyakit Addison dan Gondok, anemia kekurangan besi idiopatik. Gastritis kronik antrum-pilorus hampir selalu terdapat bersamaan dengan ulkus lambung kronik. Beberapa peneliti menghubungkan gastritis kronik fundus dengan proses imunologi. Hal ini didasarkan pada kenyataan kira-kira 60% serum penderita gastritis kronik fundus mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya. Gastritis kronik antrum-pilorus biasanya dihubungkan dengan refluks usus-lambung.

D.    Patofisiologi

Terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif11, antara lain :

-          Gastritis akut

Adanya zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang mungkin terjadi :

1.      Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasinya lambung akan meningkatkan sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCl sehingga menghasilkan HCl dan NaCO3. Hasil dari persenyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan menimbulkan rasa mual muntah yang berakibat pada gangguan nutrisi cairan dan elektrolit.

2.      Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCl maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindung mukosa lambung, maka yang akan terjadi adalah erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik12.

-          Gastritis kronik

Gastritis kronik dapat diklasifikasikan sebagai Tipe A atau Tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi13 dan infiltrasi14 seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun15 seperti anemia permisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut dengan gastritis H. pylory mempengaruhi antrum dan pilorus. Gastritis kronik dihubungkan dengan bakteri H. pylory , faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan alkohol dan obat-obatan, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung.

E.     Epidemiologi

Adanya kasus gastritis di masyarakat :

1.       Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Hospital pada tahun 2010 ditemukan jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit infeksi pada saluran pencernaan adalah 55% dengan diare, 34.5% dengan gastritis, 4% dengan infeksi usus, 3.5% dengan peritonitis16, dan 3% dengan penyakit infeksi lainnya.

2.       Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia menjaga kesehatan lambungnya, menyebabkan jumlah penderita gastritis mengalami grafik kenaikan. Di penjuru dunia saat ini penderita gastritis mencapai 1.7 miliar. Hasil penelitian riset Brain & Co dengan PT. Kalbe Farma tahun 2010, terhadap 1.645 responden di Medan, Jakarta, Surabaya dan Denpasar mengungkapkan 60% dari jumlah responden menderita gastritis.

3.       Menurut Dr.Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB dari Divisi Gastroenterologi- Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN Cipto Mangunkusumo, dari hasil penelitian yang dilakukan RSCM pada sekitar 100 pasien dengan keluhan dispepsia17, didapatkan 20% penderita yang mengalami kelainan organik. Kelainan ini ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan endoskopi18. Suatu penelitian lain dengan junlah pasien yang cukup besar dan melibatkan pusat endoskopi pada beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan tingginya penderita gastritis kronis. Dari 7.092 kasus dispepsia yang dilakukan endoskopi, ditemukan 86.41% pemderita mengalami dispepsia fungsional. Data-data penelitian dari luar negeri juga menunjukkan angka yang tidak terlalu berbeda.

F.     Gejala Klinis

o   Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buru ketika makan

o   Mual

o   Muntah

o   Kehilangan selera makan

o   Kembung

o   Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan

o   Kehilangan berat badan

Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronik yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok/luka pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segera.

Sebagian besar penderita gastritis kronik tidak memiliki keluhan. Sebagian kecil saja yang mempunyai keluhan biasanya berupa : nyeri ulu hati, anoreksia, nausea19, nyeri seperti ulkus peptik dan keluhan-keluhan anemia. Pada pemeriksaan fisis sering tidak dapat dijumpai kelainan. Kadang-kadang dapat dijumpai nyeri tekan midepigastrium20 yang ringan saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat dijumpai anemia makrositik. Uji coba ciling tidak normal. Analisis cairan lambung kadang-kadang terganggu. Dapat terjadi aklorhidria21. Kadar gastrin serum meninggi pada penderita gastritis kronik fundus yang berat. Antibodi terhadap sel parietal dapat dijumpai pada sebagian penderita gastritis kronik fundus.

g.    Diagnosa

Bila seseorang didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabanya. Pemeriksaan tersebut meliputi :

·         Pemeriksaan darah

Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibakteri H.pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

·         Pemeriksaan pernapasan

Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi H.pylori atau tidak.

·         Pemeriksaan feces

Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam feces atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.

·         Endoskopi saluran cerna bagian atas

Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada  jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, lebih kurang satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.

·         Ronsen saluran cerna bagian atas

Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

I.       Implikasi Terhadap Gizi

Penderita gastritis dianjurkan untuk menghindari atau tidak mengonsumsi makanan dan minuman tertentu yang dapat merusak lapisan mukosa lambung (sawi, kedondong, pisang, keju, nangka, dll) sehingga secara tidak langsung penderita akan kekurangan beberapa zat gizi tertentu seperti kalsium, vitamin A. untuk mengatasinya, penderita dianjurkan untuk mengonsumsi multivitamin (vitamin B, A, E, C).

Panderita gastritis sebaiknya tidak mengonsumsi makanan yang terlalu banyak serat, padahal seperti serat baik untuk pencernaan. Sehingga penderita gastritis secara tidak langsung akan terkena konstipasi atau sembelit.

i.      Terapi

§      Medikamentosa

-          Bila diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida); untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer. Bila korosi luas atau berat, anetik dan lafase dihindari karena bahaya perforasi. Pemberian obat-obat H2 bloking, antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain.

-          Terapi yang lain mencakup intubas, analgesik dan sedatif, anatasida serta cairan intravena. Endoskopi fiberoptik dapat digunakan apabila diperlukan.

§      Gizi

Menghindari makanan dan minuman yang dapat memperparah kerusakan pada mukosa lambung, seperti :

§  Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan terlalu banyak serat, antara lain sayuran tertentu (sawi, kol), buah-buahan tertentu (nangka, pisang ambon)

§  Makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung. Karena hal ini dapat meningkatkan asam lambung, seperti makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju.

Menghindari minuman yang mengandung kafein karena kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitaas lambung dan sekrisi pepsin. Penggunaan alkohol juga dihindari demikian pula dengan rokok, karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum. Selain itu nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatis, yang menigkatkan aktivitas otot dalam usus dan dapat menyebabkan mual dan muntah.




Sumber : Materi kuliah