Senin, 10 Juni 2013

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

Sistem Pernafasan Pada Manusia

Pendahuluan
Pertukaran gas pada vertebrata, umumnya terjadi dalam tiga fase, yaitu bernafas (breathing), transpor gas melalui sistem sirkulasi, dan pertukaran gas antara kapiler darah dengan sel tubuh. Pada saat burung atau mamalia menghirup udara (inhalase), O2 akan masuk ke dalam paru-paru, sedangkan pada saat mengeluarkan udara (exhalase), maka CO2 dikeluarkan dari paru-paru ke lingkungan luar. Tranpor gas melalui sistem sirkulasi dimulai dari proses difusi O2 dari alveoli paru-paru ke kapiler darah. Oksigen kemudian dibawa oleh hemoglobin darah ke sel-sel tubuh. Pada saat bersamaan, darah juga berperan dalam transpor CO2 dari jaringan ke paru-paru. Fase ke tiga pertukaran gas terjadi di dalam jaringan tubuh, dimana se-sel menerima O2 dari darah dan memberikan CO2 ke darah karena perubahan tekanan. Oksigen di dalam sel-sel tubuh digunakan untuk pembakaran molekul-molekul makanan untuk mendapatkan energi, dengan proses yang disebut respirasi seluler (Campbell, 1999: 253).
organ respirasi



1. Alat dan Saluran Pernafasan
Sistem pernafasan manusia terdiri dari alat pernafasan dan saluran pernafasan. Masing-masing memiliki peranan untuk mendukung sistem pernafasan itu sendiri. Adapun alat dan saluran pernafasan tersebut meliputi:
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.





b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.


c. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga yang dilapisi epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
d. Paru-Paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya lebih tipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
AlveoliDrawing

AlveoliDrawing

2. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
a. Pernafasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi: Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk (otot interkostalis eksternal) dan relaksasinya otot interkostalis internal, sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi: Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk (otot interkostalis eksternal) ke posisi semula dan kontraksinya otot interkostalis internal, yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b. Pernapasan perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
Fase Inspirasi: Pada fase ini diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk
Fase Ekspirasi: Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya diafragma kembali ke posisi semula (mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

3. Volume udara pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.
Udara cadangan inspirasi (1500 mL)
Udara pernapasan biasa (500 mL)
kapasitas total ← (4500 mL) Udara cadangan ekspirasi
(1500 mL) → kapasitas vital
(3500 mL)
Udara sisa (residu) 1000 mL

Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc. Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
4. Pertukaran Udara Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui pernapasan tergantung pada kebutuhan dan biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan. Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Kebutuhan oksigen berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 ↔ 4 Hb O2
(oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 – 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi Sistem Pernafasan Pada Manusia
Pendahuluan
Pertukaran gas pada vertebrata, umumnya terjadi dalam tiga fase, yaitu bernafas (breathing), transpor gas melalui sistem sirkulasi, dan pertukaran gas antara kapiler darah dengan sel tubuh. Pada saat burung atau mamalia menghirup udara (inhalase), O2 akan masuk ke dalam paru-paru, sedangkan pada saat mengeluarkan udara (exhalase), maka CO2 dikeluarkan dari paru-paru ke lingkungan luar. Tranpor gas melalui sistem sirkulasi dimulai dari proses difusi O2 dari alveoli paru-paru ke kapiler darah. Oksigen kemudian dibawa oleh hemoglobin darah ke sel-sel tubuh. Pada saat bersamaan, darah juga berperan dalam transpor CO2 dari jaringan ke paru-paru. Fase ke tiga pertukaran gas terjadi di dalam jaringan tubuh, dimana se-sel menerima O2 dari darah dan memberikan CO2 ke darah karena perubahan tekanan. Oksigen di dalam sel-sel tubuh digunakan untuk pembakaran molekul-molekul makanan untuk mendapatkan energi, dengan proses yang disebut respirasi seluler (Campbell, 1999: 253).
1. Alat dan Saluran Pernafasan
Sistem pernafasan manusia terdiri dari alat pernafasan dan saluran pernafasan. Masing-masing memiliki peranan untuk mendukung sistem pernafasan itu sendiri. Adapun alat dan saluran pernafasan tersebut meliputi:
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

c. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga yang dilapisi epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
d. Paru-Paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya lebih tipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

2. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
a. Pernafasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi: Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk (otot interkostalis eksternal) dan relaksasinya otot interkostalis internal, sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi: Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk (otot interkostalis eksternal) ke posisi semula dan kontraksinya otot interkostalis internal, yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b. Pernapasan perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
Fase Inspirasi: Pada fase ini diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk
Fase Ekspirasi: Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya diafragma kembali ke posisi semula (mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

3. Volume udara pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.
Udara cadangan inspirasi (1500 mL)
Udara pernapasan biasa (500 mL)
kapasitas total ← (4500 mL) Udara cadangan ekspirasi
(1500 mL) → kapasitas vital
(3500 mL)
Udara sisa (residu) 1000 mL

Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc. Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
4. Pertukaran Udara Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui pernapasan tergantung pada kebutuhan dan biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan. Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Kebutuhan oksigen berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 ↔ 4 Hb O2
(oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 – 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 → (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat. Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui tiga cara yaitu sebagai berikut.
a. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
b. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
c. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni atau radang paru-paru. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis (Praweda, 2007: 22-25).
5. Regulasi respirasi
Pada saat istirahat, kira-kira 200 mL oksigen, jumlah yang ada dalam 1 L darah dikonsumsi tiap menit. Selama olahraga berat, penggunaan oksigen dapat meningkat sampai 30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk menyesuaikan usaha respirasi terhadap tuntutan metabolik. Irama dasar respirasi dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula dan pons. Untuk menjawab tuntutan tubuh irama ini dapat diubah. Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot ini berkontraksi dan relaksasi sebagai respon inpuls saraf yang ditransmisikan kepadanya dari pusat otak. Area penyampai impuls saraf ke otot pernafasan terletak bilateral dalam bentuk retikular batang otak, inilah yang disebut pusat pernafasan. Pusat pernafasan terdiri dari gugus neuron yang tersebar luas, berdasarkan fungsi dipisahkan menjadi tiga area, yaitu :
a. Medullary Rhytmicity Area
Fungsi medullary rhytmicity area adalah untuk mengendalikan irama dasar respirasi. Pada keadaan istirahat, biasanya inspirasi berlangsung selama dua detik dan ekspirasi selama tiga detik, ini adalah irama dasar respirasi. Di dalam medullary rhymicity area, ada dua neuron yaitu neuron inspiratori dan neuron expiratori yang terdiri dari area inspiratori dan area expiratori.
Irama dasar respirasi ditentukan oleh impuls saraf dan area inspiratori. Pada awal ekspirasi, area inspiratori tidak aktif, tetapi setelah tiga detik tiba-tiba ia aktif secara otomatis. Aktivitas ini sama dengan akibat sesuatu ekstabilitas internal neuron inspiratori. Dalam kenyataanya, bila semua hubungan saraf yang baru masuk area inspiratori diputus atau dihalangi area tetap menyalurkan impuls secara berirama yang menghasilkan inspirasi. Inpuls saraf dari area inspiratori aktif berlangsung selama kira-kira dua detik dan terus ke otot-otot inspirasi. Impuls mencapai diafragma melalui saraf fenikus dan otot-otot interkostalis eksternal melalui saraf interkostalis. Bila impuls saraf mencapai otot inspiratori, otot kontraksi dan terjadilah inspirasi. Pada akhir dua detik, otot inspiratori menjadi tidak aktif lagi, dan siklus berulang dengan sendirinya terus menerus.
b. Pneumothaxic Area
Walaupun medullary rhymicity area mengendalikan irama dasar respirasi, bagian lain sistem saraf membantu mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi. Pneumothaxic Area ada di bagian atas pons, yang terus menerus mentransmisi impuls penghambat ke area respiratori. Pengaruh impuls ini menutup area inspiratori sebelum papu-paru terlalu penuh oleh udara. Dengan kata lain, impuls membatasi inspirasi sehingga memudahkan ekspirasi.
c. Apneustic Area
Bagian lain sistem saraf yang mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi adalah apneustic area di bagian bawah pons. Apneustic area menyampaikan impuls ke area inspiratori yang menggiatkan dan memperpanjang inspirasi, sehingga menghambat ekspirasi. Ini terjadi bila pneumothaxic tidak aktif. Bila pneumothaxic area aktif, maka pengaruh apneustic area diabaikan (Soewolo, 2005: 274-275).
dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 → (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat. Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui tiga cara yaitu sebagai berikut.
a. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
b. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
c. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni atau radang paru-paru. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis (Praweda, 2007: 22-25).
5. Regulasi respirasi
Pada saat istirahat, kira-kira 200 mL oksigen, jumlah yang ada dalam 1 L darah dikonsumsi tiap menit. Selama olahraga berat, penggunaan oksigen dapat meningkat sampai 30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk menyesuaikan usaha respirasi terhadap tuntutan metabolik. Irama dasar respirasi dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula dan pons. Untuk menjawab tuntutan tubuh irama ini dapat diubah. Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot ini berkontraksi dan relaksasi sebagai respon inpuls saraf yang ditransmisikan kepadanya dari pusat otak. Area penyampai impuls saraf ke otot pernafasan terletak bilateral dalam bentuk retikular batang otak, inilah yang disebut pusat pernafasan. Pusat pernafasan terdiri dari gugus neuron yang tersebar luas, berdasarkan fungsi dipisahkan menjadi tiga area, yaitu :
a. Medullary Rhytmicity Area
Fungsi medullary rhytmicity area adalah untuk mengendalikan irama dasar respirasi. Pada keadaan istirahat, biasanya inspirasi berlangsung selama dua detik dan ekspirasi selama tiga detik, ini adalah irama dasar respirasi. Di dalam medullary rhymicity area, ada dua neuron yaitu neuron inspiratori dan neuron expiratori yang terdiri dari area inspiratori dan area expiratori.
Irama dasar respirasi ditentukan oleh impuls saraf dan area inspiratori. Pada awal ekspirasi, area inspiratori tidak aktif, tetapi setelah tiga detik tiba-tiba ia aktif secara otomatis. Aktivitas ini sama dengan akibat sesuatu ekstabilitas internal neuron inspiratori. Dalam kenyataanya, bila semua hubungan saraf yang baru masuk area inspiratori diputus atau dihalangi area tetap menyalurkan impuls secara berirama yang menghasilkan inspirasi. Inpuls saraf dari area inspiratori aktif berlangsung selama kira-kira dua detik dan terus ke otot-otot inspirasi. Impuls mencapai diafragma melalui saraf fenikus dan otot-otot interkostalis eksternal melalui saraf interkostalis. Bila impuls saraf mencapai otot inspiratori, otot kontraksi dan terjadilah inspirasi. Pada akhir dua detik, otot inspiratori menjadi tidak aktif lagi, dan siklus berulang dengan sendirinya terus menerus.
b. Pneumothaxic Area
Walaupun medullary rhymicity area mengendalikan irama dasar respirasi, bagian lain sistem saraf membantu mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi. Pneumothaxic Area ada di bagian atas pons, yang terus menerus mentransmisi impuls penghambat ke area respiratori. Pengaruh impuls ini menutup area inspiratori sebelum papu-paru terlalu penuh oleh udara. Dengan kata lain, impuls membatasi inspirasi sehingga memudahkan ekspirasi.
c. Apneustic Area
Bagian lain sistem saraf yang mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi adalah apneustic area di bagian bawah pons. Apneustic area menyampaikan impuls ke area inspiratori yang menggiatkan dan memperpanjang inspirasi, sehingga menghambat ekspirasi. Ini terjadi bila pneumothaxic tidak aktif. Bila pneumothaxic area aktif, maka pengaruh apneustic area diabaikan (Soewolo, 2005: 274-275).
Sumber : http://45tut08.wordpress.com/2009/06/16/sistem-pernapasan-pada-manusia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar